1~ "Bismillahirrahmanirrahim, izinkan saya mewarnai dewan ini dengan pidato saya,"
Ertinya ...
"Dengan nama Allah yang maha pemurah lagi maha penyayang, izinkan saya mewarnai pidato saya.
2~ "Insya-Allah, esok aku akan bawa buku yang engkau minta semalam."
Ertinya ...
"Dengan keizinan Allah, esok aku akan bawa buku yang engkau minta semalam."
Dua ayat ini adalah kelaziman dalam kehidupan kita seharian. Menjadi suatu kebiasaan bagi kita memulakan ayat dengan dua lafaz, "Bismillahirrahmanirrahim" dan "Insya-Allah". Namun sejauhmana kita tahu makna sebenar di sebalik kata-kata yang kita ucapkan? Berupayakah kita menanggung setiap amanah yang datang bersama lafaz di bibir?
Dengan nama Allah ...
Maka sesungguhnya kita seumpama mewakili agama Islam, agama Allah dalam perbicaraan atau perbuatan yang kita mulakan dengan nama-Nya! Apakah dengan itu kita tidak terasa akan amanah yang ada dalam lafaz itu? Sesungguhnya, di situ terdapatnya amanah untuk kita melaksanakan perkara yang kita mulakan dengan basmallah, sebaik-baiknya. Kita perlu buat yang terbaik atas sesuatu yang kita mulakan dengan nama Allah.
Mari renungkan ... adakah dengan nama Allah, ini yang patut dilakukan
- Dengan nama Allah, aku mulakan menjawab soalan peperiksaan ... tetapi kemudiannya tidur dalam dewan peperiksaan. Itukah sehabis baik?
- Dengan nama Allah, aku mulakan pidatoku ... tetapi kemudian 'aku' bicarakan bagai melepaskan batuk di tangga.
- Dengan nama Allah, aku mulakan menjawab soalan kuiz ... tetapi kemudian 'aku' meniru jawapan rakan sebelah.
- Dengan nama Allah, aku melangkah dari rumah ... tetapi kemudian 'aku' bertemu berduaan, malah bercengkerama dengan pasangan yang nyata belum halal sebagai mahramku.
- Dengan nama Allah, aku membaca Al-Quran ... tetapi khusyukku entah ke mana.
Contoh alasan skeptikal yang selalu ada
"Eh, bila masa pula aku janji dengan engkau ni? Aku cakap, 'Insya-Allah' aku belanja engkau hari ini. Tidak ada pun aku cakap 'Aku janji aku belanja engkau hari ini.' Lain aku cakap lain engkau faham."
Sebenarnya, apabila kita cakap maka wajib dikota. Allah bukankah sudah berfirman,
Allah tidak akan mengubah nasib sesuatu kaum melainkan kaum itu berusaha mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri.
Jadi, kalau sudah kita sendiri tidak berusaha mengotakan kata-kata kita, masakan Allah mengizinkan kata-kata itu terkota. Manusia tidak akan terus berada di bulan dengan sendiri. Dia perlu menaiki kapal angkasa, yang semestinya dicipta dengan usaha manusia-manusia juga. Rasulullah sendiri berusaha keras menyebarkan dakwah baginda, adakah kita yang tidak maksum ini boleh menunggu bulan jatuh ke riba? Astaghfirullahalazim ...
Ayuh renungkan, adakah dengan keizinan Allah, maka ini yang dilakukan ...
- "Dengan izin Allah, aku akan belanja engkau esok." ... kemudian sengaja meninggalkan dompet di rumah. Sebenarnya hati kata, memang tak mahu belanja pun.
- "Dengan izin Allah, aku akan mendapat 10A+ dalam SPM." ... kemudian buku pun tidak dibuka. Malaslah aku nak baca buku. Kalau baca pun Allah tak izinkan untuk dapat 10A+ buat apa.
- "Dengan izin Allah, aku akan menjadi penulis terkemuka suatu hari nanti." ... kemudian sepatah perkataan pun tidak ditaip. Allah tak izinkan ilham datang katanya, padahal diri sendiri tak pernah ingat nak usaha fikir dari pengalaman.
- "Dengan izin Allah, aku akan jadi jutawan!" ... kemudian siang mengira pasir, malam mengira bintang. Ya Allah, bilalah engkau nak turunkan rezeki untuk aku ni?
Maka, berhati-hatilah dalam pertuturan seharian. Adakah kita benar-benar menghayati amanah yang terkandung pada setiap patah perkataan? Wallahualam bisawab.
0 comments:
Post a Comment